Janji yang Kuterjemahkan Jadi Pengkhianatan
Aula Keemasan Istana Timur bergemerlapan di bawah cahaya ribuan lilin. Namun, kemegahan itu terasa dingin, menindas. Di sinilah, di antara pilar-pilar marmer dan lukisan naga yang mengawasi, intrik merajalela. Setiap langkah yang diambil, setiap kata yang diucapkan, dipertimbangkan dengan cermat. Di balik senyum manis para selir dan anggukan hormat para pejabat, tersembunyi rencana licik dan pengkhianatan yang siap meledak kapan saja.
Di tengah pusaran intrik ini, terjalinlah jalinan rumit antara Kaisar Li Wei dan Permaisuri Xian Hua. Kaisar Li Wei, dengan aura KEKUASAAN yang memancar dari dirinya, jatuh cinta pada kecantikan dan kecerdasan Xian Hua. Ia menjanjikan padanya singgasana di sisinya, kekuasaan yang tak tertandingi, dan cinta abadi. Namun, janji-janji itu terukir di atas pasir, diombang-ambingkan oleh gelombang kepentingan istana.
"Xian Hua, kau adalah cahaya di kegelapan hidupku," bisik Li Wei, jemarinya menyentuh pipi porselen sang permaisuri. "Aku akan memastikan tidak ada seorang pun yang berani menyakitimu."
Xian Hua membalas tatapannya, senyum tipis menghiasi bibirnya. Di matanya, tersembunyi lautan keraguan. Bisakah ia mempercayai Kaisar? Bisakah ia mempercayai JANJI-JANJI itu?
Seiring berjalannya waktu, Xian Hua menyadari bahwa cinta mereka adalah permainan takhta. Setiap langkah yang diambil Li Wei selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap kekuasaannya. Janji-janji manis berubah menjadi pedang bermata dua, menusuk tidak hanya dirinya, tetapi juga orang-orang yang ia sayangi. Pengkhianatan demi pengkhianatan terungkap, merobek hatinya berkeping-keping. Ia dipaksa menyaksikan Li Wei mengorbankan teman dan sekutu demi ambisi pribadinya.
Puncak pengkhianatan itu adalah ketika Li Wei menjebak keluarga Xian Hua atas tuduhan palsu pengkhianatan. Ayahnya, jenderal besar yang berjasa bagi kekaisaran, dipenjara. Kakaknya, panglima perang yang gagah berani, diasingkan. Xian Hua merasa DIKHIANATI, dihancurkan. Cinta yang dulu ia agungkan, kini menjelma menjadi kebencian membara.
Di balik wajahnya yang tenang, Xian Hua merencanakan balas dendam yang elegan dan mematikan. Ia mempelajari setiap celah dalam pertahanan istana, mengumpulkan sekutu tersembunyi, dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Ia mengubah dirinya menjadi ratu es, dingin dan kalkulatif, siap melakukan apa pun untuk membalas dendam.
Pada malam purnama, ketika seluruh istana terlelap dalam mimpi, Xian Hua melancarkan aksinya. Dengan bantuan para kasim setia dan para prajurit bayangan yang setia padanya, ia memasuki kamar tidur Kaisar. Li Wei terkejut melihatnya, matanya memancarkan kebingungan dan ketakutan.
"Xian Hua... apa yang kau lakukan?" tanya Li Wei, suaranya bergetar.
Xian Hua tersenyum dingin, senyum yang tidak pernah dilihat Li Wei sebelumnya. "Aku menerjemahkan janjimu menjadi pengkhianatan, Yang Mulia. Sekarang, giliranmu untuk menerima balasannya."
Dengan gerakan cepat, Xian Hua menusuk jantung Li Wei dengan jepit rambut emasnya. Kaisar tumbang, darah membasahi lantai marmer. Xian Hua menatap mayatnya tanpa ekspresi, lalu berbalik dan berjalan keluar kamar, meninggalkan istana yang penuh intrik dan rahasia. Kekaisaran kini berada di ambang perubahan besar, dan takdir baru sedang ditulis...
...Kisah ini barulah sebuah permulaan.
You Might Also Like: Rahasia Dibalik Arti Mimpi Melihat
0 Comments: