Lantai dansa istana berkilauan, memantulkan cahaya lilin yang menari-nari. Di tengah keramaian, berdiri Ling Qing, anggun dalam gaun sutra ...

SERU! Bayangan Yang Menyusup Dalam Nama SERU! Bayangan Yang Menyusup Dalam Nama

SERU! Bayangan Yang Menyusup Dalam Nama

SERU! Bayangan Yang Menyusup Dalam Nama

Lantai dansa istana berkilauan, memantulkan cahaya lilin yang menari-nari. Di tengah keramaian, berdiri Ling Qing, anggun dalam gaun sutra merah delima. Senyumnya, seulas bulan sabit di tengah malam, menyembunyikan badai yang bergejolak di dalam hatinya. Di sampingnya, berdiri Zhao Wei, tunangannya, dengan mata elang yang tampak memuja, namun kini Ling Qing tahu… SEMUA ITU PALSU.

Ingatan itu berputar seperti kaset rusak dalam benaknya. Malam itu, di bawah pohon sakura yang sedang berbunga, Zhao Wei berjanji padanya, "Qing'er, cintaku padamu abadi, setenang danau di pegunungan." Janji yang kini berubah menjadi belati, menusuk jantungnya tanpa ampun.

Ling Qing tahu. Ia melihatnya, bayangan Zhao Wei menyusup ke kamar selir Kaisar, bisikan-bisikan terlarang yang sampai ke telinganya, ciuman-ciuman curian di balik tirai sutra. Pengkhianatan. Rasanya seperti racun manis yang perlahan melumpuhkan.

Namun, Ling Qing tidak menjerit. Ia tidak menangis histeris. Ia adalah putri Jenderal Besar, darah dingin mengalir dalam nadinya. Ia memilih untuk menyimpan luka itu dalam-dalam, di balik topeng ketenangan yang sempurna. Elegansinya adalah perisai, senyumnya adalah senjata.

Malam itu, saat Zhao Wei memeluknya, Ling Qing merasakan sentuhan itu seperti lilitan ular, bukan kehangatan kasih sayang. Ia membiarkan dirinya dipeluk, membiarkan bibirnya dikecup, sambil merencanakan balas dendam yang ELEGAN.

Beberapa bulan kemudian, pernikahan mereka tetap dilangsungkan. Namun, bukan pernikahan yang diimpikan Ling Qing. Di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya, ia menyerahkan bukti-bukti pengkhianatan Zhao Wei ke hadapan Kaisar. Surat-surat cinta, saksi mata, dan kehamilan selir Kaisar adalah bukti yang tak terbantahkan.

Zhao Wei, yang semula diharapkan menjadi Jenderal Besar berikutnya, kini dicap sebagai pengkhianat. Kariernya hancur. Namanya tercemar. Kebanggaannya diluluhlantakkan. Ia diasingkan ke perbatasan, jauh dari kemewahan istana, jauh dari Ling Qing.

Ling Qing tidak menyaksikan kejatuhannya. Ia tahu, hukuman terberat Zhao Wei bukanlah kematian, tapi hidup dengan penyesalan abadi. Setiap kali ia menatap wajah prajurit di perbatasan, ia akan teringat pada Ling Qing, pada cinta yang ia khianati, pada kesempatan yang ia sia-siakan.

Malam itu, Ling Qing berdiri di balkon istana, memandang bintang-bintang. Ia tidak merasa menang. Hanya kehampaan. Balas dendamnya terasa manis, tetapi juga pahit. Sebuah pengingat abadi akan sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak mungkin kembali.

Ia berbisik pada angin, "Zhao Wei, hukumanmu bukanlah penderitaan fisik, tapi kenangan abadi tentang cinta yang kau hancurkan."

Cinta dan dendam…lahir dari tempat yang sama, bukan?

You Might Also Like: Jualan Kosmetik Jualan Online Mudah

0 Comments: