Senyum yang Membuat Dunia Terdiam Malam di Gunung Tian Shan terasa lebih pekat dari biasanya. Salju turun tanpa henti, menutupi segalanya ...

Cerita Seru: Senyum Yang Membuat Dunia Terdiam Cerita Seru: Senyum Yang Membuat Dunia Terdiam

Cerita Seru: Senyum Yang Membuat Dunia Terdiam

Cerita Seru: Senyum Yang Membuat Dunia Terdiam

Senyum yang Membuat Dunia Terdiam

Malam di Gunung Tian Shan terasa lebih pekat dari biasanya. Salju turun tanpa henti, menutupi segalanya dengan lapisan putih yang mengkhianati kemurniannya. Di tengah badai, berdiri seorang wanita bernama Mei Lan. Jubahnya yang dulu merah menyala kini ternoda darah, kontras mengerikan dengan hamparan salju di sekelilingnya. Di hadapannya, berlutut seorang pria, Li Wei, wajahnya pucat pasi di bawah rembulan yang tersembunyi.

"Mengapa, Mei Lan? Mengapa semua ini?" bisik Li Wei, suaranya bergetar.

Mei Lan tertawa getir, suara yang lebih mirip desisan ular berbisa. "Mengapa? Kau masih bertanya mengapa, setelah semua yang kau lakukan? Setelah kau membunuh keluargaku, setelah kau mengambil segalanya dariku?"

Api unggun menari liar di antara mereka, memancarkan bayangan yang mempermainkan emosi mereka. Udara terasa berat, dipenuhi aroma dupa yang dibakar untuk menghormati arwah yang penasaran, dan bau anyir darah yang membusuk di hawa dingin.

"Itu... itu dulu. Aku diperintah! Aku tidak punya pilihan!" Li Wei berusaha membela diri, namun kata-katanya terdengar hampa di tengah keheningan salju.

"Pilihan? Kau selalu punya pilihan, Li Wei. Kau memilih untuk menjadi algojo, untuk mengkhianati cinta yang pernah kita bagi!" Mata Mei Lan berkilat marah, seolah membakar setiap sudut ruangan.

Flashback menghantam mereka berdua: masa lalu yang indah, penuh dengan tawa di kebun bunga persik, janji yang diukir di batang bambu, dan ciuman pertama di bawah langit senja yang memerah. Kini, semua itu hanya abu yang beterbangan di antara mereka. JANJI mereka kini hanya menjadi abu di antara keduanya.

"Aku mencintaimu, Mei Lan. Aku selalu mencintaimu," lirih Li Wei, air mata membeku di pipinya.

Mei Lan melangkah maju, mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Senyum dingin merekah di bibirnya, senyum yang tidak mencerminkan kehangatan, melainkan dendam yang telah lama dipendam.

"Cinta? Cinta tidak berarti apa-apa di dunia ini, Li Wei. Yang berarti hanyalah keadilan."

Tangannya terangkat, menggenggam belati perak yang memantulkan cahaya api. Mata Li Wei terpejam, menerima takdir yang telah lama dihindarinya.

Namun, belati itu tidak menyentuh jantungnya. Sebaliknya, Mei Lan mengiris pergelangan tangannya sendiri. Darah segar memancar, menodai salju di bawahnya dengan warna merah yang MENYALA.

"Kau pikir dengan membunuhmu, aku akan merasa puas? Tidak, Li Wei. Penderitaanmu baru saja dimulai."

Mei Lan mencengkeram wajah Li Wei, memaksanya menatap matanya. "Kau akan hidup, Li Wei. Kau akan hidup dengan rasa bersalah, dengan penyesalan, dengan kesadaran bahwa aku mengorbankan segalanya untuk membiarkanmu menderita."

Mei Lan bangkit, meninggalkan Li Wei yang terisak di atas salju. Sosoknya menghilang di balik badai, meninggalkan aroma dupa dan kematian di belakangnya.

Balas dendam Mei Lan bukan kematian yang cepat dan terhormat. Balas dendamnya adalah siksaan abadi, neraka di dalam hati Li Wei yang akan terus membara hingga akhir hayatnya. Balas dendam ini adalah hadiah yang diberikan dari hati yang terluka.

Dia tahu, Li Wei akan hidup dengan bayang-bayang masa lalu, dengan bisikan arwah penasaran yang tak akan pernah membiarkannya tenang.

Di antara deru angin dan hembusan salju, terdengar bisikan lirih, "Dia akan datang untukmu…"

You Might Also Like: Perbedaan Pelembab Lokal Dengan Sodium

0 Comments: