Seratus tahun. Seratus tahun lamanya aku terpisah darinya. Sebuah abad yang terasa seperti keabadian. Di kehidupanku sebelumnya, aku hanyal...

Cerpen: Di Dunia Ini, Aku Tak Pernah Menjadi Miliknya — Tapi Di Dunia Lain, Aku Tak Pernah Lepas Cerpen: Di Dunia Ini, Aku Tak Pernah Menjadi Miliknya — Tapi Di Dunia Lain, Aku Tak Pernah Lepas

Cerpen: Di Dunia Ini, Aku Tak Pernah Menjadi Miliknya — Tapi Di Dunia Lain, Aku Tak Pernah Lepas

Cerpen: Di Dunia Ini, Aku Tak Pernah Menjadi Miliknya — Tapi Di Dunia Lain, Aku Tak Pernah Lepas

Seratus tahun. Seratus tahun lamanya aku terpisah darinya. Sebuah abad yang terasa seperti keabadian. Di kehidupanku sebelumnya, aku hanyalah Yun Xi, seorang selir rendahan yang mencintai seorang Kaisar yang tak pernah mencintaiku. Cinta buta itu membawaku pada kehancuran, dijebak oleh intrik istana dan akhirnya meregang nyawa dengan tuduhan palsu. Sementara dia, Kaisar Langit Zhu, terus memerintah, tidak menyadari – atau mungkin tidak peduli – bahwa nyawaku melayang karenanya.

Kini, aku terlahir kembali sebagai Lin Yi, seorang ilustrator sederhana di kota metropolitan yang hingar bingar. Sebuah kehidupan yang jauh dari kemewahan dan intrik istana. Namun, kenangan dari masa lalu itu tetap terukir jelas di benakku, bagaikan tinta yang tak terhapuskan. Bayangan Zhu, kaisar dingin yang tak tersentuh, terus menghantuiku.

Lalu, dia datang.

Seorang pria dengan mata setajam elang dan aura yang begitu familiar, Jiang Lei, CEO sebuah perusahaan teknologi raksasa. Ketika mata kami bertemu untuk pertama kalinya, jantungku berdegup kencang. DEJAVU. Rasanya seperti ada benang merah yang menghubungkan kami, benang merah takdir yang terentang melintasi waktu dan ruang.

"Kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya, suaranya rendah dan serak, namun terdengar seperti simfoni yang sudah lama kunantikan.

Bunga prunus di taman dekat kantorku tiba-tiba bermekaran di luar musimnya. Aroma manisnya menyengat hidungku, membawa kembali ingatan tentang taman kekaisaran di musim semi, ketika Zhu dan aku – saat itu masih penuh harapan – berjalan bergandengan tangan.

Jiang Lei terus mengejarku. Sikapnya posesif, hampir obsesif. Dia membawaku ke restoran mahal, membelikanku hadiah mewah, dan menatapku dengan tatapan yang penuh kerinduan. Aku terombang-ambing antara benci dan rindu. Benci karena dia adalah reinkarnasi dari pria yang menghancurkan hidupku, rindu karena bagian dari diriku masih mencintainya.

Namun, seiring berjalannya waktu, potongan-potongan masa lalu mulai terungkap. Melalui mimpi-mimpi aneh dan ingatan-ingatan yang muncul tiba-tiba, aku menyadari bahwa Zhu tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga menjadi korban dari intrik istana, dipaksa untuk mengorbankan cintanya demi kekuasaan.

Rahasia yang paling pahit terkuak ketika aku menemukan sebuah gulungan kuno yang tersembunyi di rumah leluhur Jiang Lei. Gulungan itu berisi surat wasiat Zhu, yang ditulis sebelum kematiannya. Di dalamnya, dia mengakui cintanya padaku, dan mengungkapkan bahwa dia sebenarnya berusaha untuk melindungiku dari bahaya. Dia sengaja menjauhiku agar aku tidak menjadi sasaran konspirasi istana.

DI DUNIA INI, AKU TIDAK PERNAH BERDAYA UNTUK MELINDUNGIMU, YUN XI. MAAFKAN AKU.

Air mataku mengalir deras. Rasa sakit dan dendam yang selama ini kupendam, perlahan menguap. Aku tidak bisa membalas dendam pada seorang pria yang sudah meninggal, yang bahkan rela menderita demi melindungiku.

Aku memutuskan untuk membalas dendam bukan dengan kemarahan, melainkan dengan keheningan dan pengampunan yang menusuk. Aku menjauhi Jiang Lei. Aku tidak membalas teleponnya, tidak menjawab pesannya. Aku membiarkannya merasakan kehilangan yang sama seperti yang kurasakan dulu. Aku membiarkannya menyadari betapa berharganya aku baginya.

Akhirnya, dia menyerah. Aku melihatnya untuk terakhir kalinya di taman tempat bunga prunus bermekaran. Dia menatapku dengan tatapan yang penuh kesedihan.

"Maafkan aku," bisiknya, suaranya bergetar.

Aku hanya tersenyum tipis, lalu berbalik dan pergi.

Di dunia ini, aku tak pernah menjadi miliknya. Tapi di dunia lain... akankah kita akhirnya menemukan kedamaian?

... "Ingatlah janji kita, Yun Xi…"

You Might Also Like: Skincare Lokal Dengan Bahan Premium

0 Comments: