Hujan menggigil mencambuk atap paviliun usang. Di dalamnya, Lin Yue berdiri mematung, memandang lembah yang kini diselimuti kabut kelabu. Dulu, di lembah inilah, di bawah pohon persik yang sedang berbunga, dia dan Jian Hua saling berjanji sehidup semati. Dulu…sebelum PENGKHIANATAN itu merobek segalanya.
Cahaya lentera di tangannya nyaris padam, serupa dengan harapan yang tersisa di hatinya. Bayangan Lin Yue memanjang, patah di dinding, seolah mencerminkan jiwanya yang hancur berkeping-keping.
Jian Hua, pria yang dicintainya dengan segenap jiwa raga, telah memilih kekuasaan. Memilih untuk menikah dengan putri Kaisar, demi ambisi yang membutakannya. Lin Yue, ditinggalkan dalam kesunyian dan kehancuran.
Lima tahun telah berlalu. Jian Hua, kini Jenderal Besar yang disegani, kembali ke lembah ini. Matanya bertemu mata Lin Yue, ada keraguan, ada penyesalan, tapi tidak ada KEJUJURAN.
"Yue…" bisiknya, suaranya serak tertelan hujan.
Lin Yue menatapnya, tanpa senyum, tanpa air mata. Hanya ada kekosongan. Lima tahun yang dihabiskan dalam perencanaan yang teliti, dendam yang dipupuk dengan sabar, telah mengubahnya.
"Jenderal Jian," jawabnya dingin, seolah berbicara pada orang asing. "Lembah ini telah berubah. Begitu juga dengan diriku."
Percakapan mereka singkat, penuh dengan sisa-sisa cinta yang pahit dan janji-janji yang dilanggar. Jian Hua bercerita tentang beban kekuasaan, tentang penyesalan yang menghantuinya. Lin Yue hanya mendengarkan, wajahnya tanpa ekspresi.
Semakin malam, hujan semakin deras. Jian Hua berpamitan, meninggalkan Lin Yue sendirian lagi di paviliun usang. Sebelum menghilang di balik kabut, Jian Hua sempat bertanya, "Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu, Yue? Untuk menebus kesalahanku?"
Lin Yue tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya. "Ada, Jenderal. Tunggu saja."
Kemudian, Lin Yue kembali menatap lembah. Hatinya terasa dingin seperti es. Dendam telah membekukan perasaannya. Balas dendam adalah satu-satunya alasan ia masih bernapas.
Di balik ketenangan wajahnya, Lin Yue telah merencanakan segalanya. Dia telah menanam benih-benih kehancuran di istana, di medan perang, di dalam hati Jian Hua sendiri. Rencana yang rumit, memakan waktu bertahun-tahun, dan akan mencapai puncaknya dalam waktu dekat.
Saat fajar menyingsing, lembah masih diselimuti kabut. Lin Yue menghilang tanpa jejak. Meninggalkan paviliun usang, meninggalkan masa lalu, menuju masa depan yang penuh dengan darah dan air mata.
Dan saat mentari menampakkan diri, terungkaplah sebuah fakta MENGEJUTKAN: Jian Hua tidak pernah benar-benar mencintai putri Kaisar, melainkan… selalu dan hanya mencintai Lin Yue, namun terpaksa memilih kekuasaan karena ancaman yang ditujukan pada keluarganya.
You Might Also Like: Skincare Terbaik Dengan Harga
0 Comments: